Minggu, 01 April 2012

Mengejar Kecantikan Yang Semu


Di era globalisasi saat ini, dimana budaya asing dengan mudah dapat diserap dan diterapkan oleh siapapun tanpa ada dinding penghalang antara satu negara dengan negara lainnya. Di dunia model misalnya, dengan mudah dapat dilihat oleh siapapun. Penampilan model asing terkadang ada yang berlawanan dengan Budaya kita, penampilan merema justru banyak yang berlawanan dengan ketentuan syariat islam. Banyak cara yang dilakukan oleh kaum hawa (Wanita) untuk tampil beda. Salah satunya dengan menyemir rambut. Hal ini mereka lakukan sebagai satu kiat agar tampak lebih cantik, menurut anggapan mereka tentunya, yang satu inipun tidak lepas dari pengaruh model dunia. Bagaimana Islam memandang hal ini?
Menyemir rambut merupakan Budaya barat dan telah sedemikian menggejala hingga ke wilayah belahan dunia timur. Banyak kita dapati para ibu dan remaja putri berambut pirang, atau warna lainnya yang berbeda dengan warna rambutnya yang asli.
Menyemir rambut dengan warna selain hitam sebenarnya merupakan sesuatu yang lumrah dilihat dari kacamata syariat, bagi seorang tua yang telah beruban atau mereka yang beruban sebelum waktunya. Lalu bagaimana hukumnya bila yang melakukan hal ini selain mereka?
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin dan asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, pernah ditanya tentang permasalahan ini. Fatwa keduanya yang dinukil dari kitab Fatawa al-Mar’ah (1/520—522), terangkum dalam pembahasan berikut (disertai beberapa tambahan).
Masalah mewarnai (menyemir) rambut itu sendiri bisa dirinci sebagai berikut.
1. Menyemir rambut yang telah beruban dengan menggunakan inai/pacar atau yang sejenisnya. Ini merupakan sunnah yang diperintahkan dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena mereka membiarkan ubannya dan tidak menyemirnya. Rasulullah  bersabda:
إِنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبِغُوْنَ، فَخَالِفُوْهُمْ
“Sesungguhnya Yahudi dan Nasrani tidak menyemir ubannya, maka selisihilah mereka.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
Namun tidak boleh mengecat/menyemir uban dengan warna hitam murni karena adanya larangan dari Nabi saw. Jabir berkata, “Didatangkan Abu Quhafah, ayah Abu Bakr ash-Shiddiq, ke hadapan Nabi saw pada hari Fathu Makkah, dalam keadaan rambut dan jenggotnya memutih dipenuhi uban. Melihat hal tersebut bersabda Rasulullah:
غَيِّرُوْا هَذَا وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
‘Ubahlah uban ini dan jauhilah warna hitam’.” (Sahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya)
Larangan menyemir dengan warna hitam dalam hadits di atas, hukumnya umum, mencakup laki-laki ataupun wanita. Adapun bila warna hitam tersebut dicampur dengan warna lain, atau dengan inai, maka yang demikian ini diperbolehkan, tidak termasuk dalam larangan.
Dengan adanya larangan Rasulullah saw ini, maka wajib bagi seorang muslim untuk menghindari menyemir rambutnya dengan warna hitam. Selain itu, seseorang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam seolah-olah menentang sunnatullah (ketetapan Allah swt) pada ciptaan-Nya.
Sebagaimana dimaklumi, rambut seseorang di masa mudanya berwarna hitam, namun kemudian memutih karena usia atau karena hal lain. Orang yang mengalami keadaan ini berusaha menolak ketetapan Allah swt dengan menghitamkannya kembali. Maka hal ini termasuk mengubah ciptaan Allah swt. Selain itu, seseorang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam untuk menutupi fakta bahwa ia telah tua dan beruban, pada kenyataannya juga tidak sepenuhnya dapat menyembunyikan keberadaan ubannya. Karena bagaimana pun tetap akan tampak bahwa rambutnya itu hasil semiran dan pangkal rambutnya akan tetap berwarna putih.
2.  Selain uban hendaknya dibiarkan sebagaimana aslinya dan tidak diubah/disemir. Kecuali jika warna rambutnya itu dianggap jelek, maka boleh disemir dengan warna yang sesuai, sekadar untuk menghilangkan warna yang jelek tersebut. Sedangkan rambut lainnya yang tidak bermasalah maka dibiarkan sebagaimana aslinya karena tidak ada keperluan untuk mengubahnya.
Juga ditanyakan kepada kedua syaikh tentang hukum menyemir sebagian rambut atau menyemir beberapa bagian rambut wanita dengan warna yang berbeda dari warna aslinya, baik itu dengan warna putih, merah, maupun pirang keemasan, sehingga sebagian rambutnya berwarna asli dan pada bagian yang lain terwarnai.
Keduanya menyatakan, dikhawatirkan hal itu menyerupai wanita kafir jika model demikian bersumber dari mereka, sementara ada larangan untuk menyerupai mereka. Rasulullah saw. telah bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud. Asy-Syaikh al-Albani berkata dalam Jilbab al-Mar’ah al-Muslimah hlm. 204, “Isnadnya sahih.”)
Asy-Syaikh al-Albani menyatakan wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun wanita, untuk memperhatikan perkara tasyabbuh ini dalam seluruh keadaan mereka, khususnya dalam penampilan dan pakaian mereka….” (Jilbab al-Mar’ah, hlm. 206)
Tentunya masalah penataan dan model rambut juga termasuk dalam ketentuan di atas.

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar